Jembatan
Jembatan
Sedalam-dalam
sajak tak mampu menampung air mata bangsa.
Kata-kata
telah lama terperangkap dalam basa-basi
Dalam
teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka aku
pun pergi menatap pada wajah berjuta.
Wajah
orang jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah
orang tergusur. Wajah yang ditilang malang.
Wajah
legam para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
Wajah
yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai palaza.
Wajah
yang diam-diam menjerit mengucap tanah air kita satu
Bangsa
kita satu bahasa kita satu bendera kita satu !
Tapi
wahai saudara satu bendera kenapa sementara
Jalan
jalan mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan tumbuh
kokoh merentangi semua sungai dan lembah yang ada,
Tapi
siapakah yang akan mampu menjembatani jurang di antara kita?
Di
lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot linu mengerang mereka
pancangkan koyak-miyak bendera hati dipijak ketidakpedulian pada saudara.
Gerimis
tak mampu mengucapkan kibarannya.
Lalu
tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
(Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air)
0 komentar: